Bahasa Krama Mata: Pengertian, Tingkatan, Contoh, dan
Bahasa Jawa adalah kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Salah satu aspek penting dalam Bahasa Jawa adalah tingkatan bahasa yang digunakan untuk menghormati lawan bicara, terutama yang lebih tua atau memiliki kedudukan lebih tinggi. Bahasa Krama, khususnya Krama Mata (atau kadang disebut Krama Inggil), menempati posisi tertinggi dan paling halus dalam tingkatan tersebut.
Memahami dan menggunakan Bahasa Krama Mata tidak hanya menunjukkan kesantunan, tetapi juga mencerminkan pemahaman mendalam tentang budaya Jawa. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang Bahasa Krama Mata, mulai dari pengertian, tingkatan, contoh penggunaan, hingga tips untuk mempelajarinya. Mari kita selami lebih dalam keindahan dan kompleksitas Bahasa Krama Mata.
Pengertian Bahasa Krama Mata
Bahasa Krama Mata, secara sederhana, adalah tingkatan Bahasa Jawa yang paling halus dan sopan. Digunakan untuk berbicara dengan orang yang sangat dihormati, seperti orang tua, guru, tokoh masyarakat, atau orang yang memiliki kedudukan tinggi. Penggunaan Bahasa Krama Mata menunjukkan rasa hormat dan menjunjung tinggi adab serta kesopanan.
Perbedaan mendasar antara Bahasa Krama Lugu (bahasa krama yang lebih umum) dan Bahasa Krama Mata terletak pada kosakata yang digunakan. Bahasa Krama Mata menggunakan kata-kata yang lebih halus dan memiliki makna yang lebih mendalam. Selain itu, intonasi dan gestur tubuh juga berperan penting dalam menyampaikan pesan dengan sopan dan santun saat menggunakan Bahasa Krama Mata.
Tingkatan Bahasa Jawa dan Posisi Krama Mata
Bahasa Jawa memiliki beberapa tingkatan yang disesuaikan dengan lawan bicara. Secara umum, tingkatan bahasa Jawa dibagi menjadi tiga, yaitu Ngoko, Krama, dan Krama Inggil (atau Krama Mata). Ngoko digunakan untuk berbicara dengan teman sebaya atau orang yang lebih muda. Krama digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang dihormati, namun tidak setinggi penggunaan Krama Inggil. Krama Mata, seperti yang sudah dijelaskan, digunakan untuk orang yang sangat dihormati.
Memahami tingkatan ini penting agar kita tidak salah dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa yang tidak tepat dapat menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan dianggap tidak sopan. Misalnya, menggunakan Ngoko kepada orang tua akan dianggap kurang ajar, sementara menggunakan Krama Mata kepada teman sebaya akan terasa kaku dan berlebihan.
Contoh Kata dalam Bahasa Krama Mata dan Padanannya dalam Bahasa Jawa Lainnya
Salah satu kunci untuk memahami Bahasa Krama Mata adalah dengan mempelajari kosakata yang digunakan. Berikut adalah beberapa contoh kata dalam Bahasa Krama Mata beserta padanannya dalam Bahasa Ngoko dan Bahasa Krama Lugu:
- Mangan (Ngoko) – Nedha (Krama Lugu) – Dhahar (Krama Mata) (artinya: makan)
- Turu (Ngoko) – Sare (Krama Lugu) – Tilem (Krama Mata) (artinya: tidur)
- Omong (Ngoko) – Matur (Krama Lugu) – Ngendika (Krama Mata) (artinya: berbicara)
- Awak (Ngoko) – Badan (Krama Lugu) – Sarira (Krama Mata) (artinya: badan/tubuh)
- Arep (Ngoko) – Badhe (Krama Lugu) – Kersa (Krama Mata) (artinya: akan/mau)
Perhatikan perbedaan yang signifikan antara kata-kata tersebut. Penggunaan kata-kata Krama Mata menunjukkan penghormatan yang lebih mendalam dibandingkan dengan kata-kata Ngoko atau Krama Lugu. Belajar kosakata ini adalah langkah awal yang penting dalam menguasai Bahasa Krama Mata.
Penggunaan Bahasa Krama Mata dalam Kehidupan Sehari-hari
Bahasa Krama Mata biasanya digunakan dalam situasi formal atau saat berbicara dengan orang yang sangat dihormati. Contohnya adalah saat berbicara dengan orang tua, guru, tokoh agama, atau pejabat pemerintahan. Dalam acara-acara adat Jawa, seperti pernikahan atau upacara kematian, Bahasa Krama Mata juga sering digunakan untuk menunjukkan kesopanan dan penghormatan terhadap tradisi.
Namun, penting untuk diingat bahwa penggunaan Bahasa Krama Mata harus disesuaikan dengan konteks dan lawan bicara. Tidak semua orang Jawa terbiasa atau nyaman menggunakan Bahasa Krama Mata dalam percakapan sehari-hari. Oleh karena itu, penting untuk peka terhadap situasi dan memilih bahasa yang sesuai agar komunikasi tetap berjalan lancar dan nyaman bagi semua pihak.
Contoh Kalimat dalam Bahasa Krama Mata
Berikut adalah beberapa contoh kalimat dalam Bahasa Krama Mata beserta terjemahannya:
- “Sugeng enjing, Eyang. Kadospundi kabaripun dinten punika?” (Selamat pagi, Kakek/Nenek. Bagaimana kabarnya hari ini?)
- “Keparenga kula matur, Bapak Guru. Kula badhe nyuwun pamit amargi gerah.” (Mohon izin berbicara, Bapak Guru. Saya ingin izin karena sakit.)
- “Panjenengan kersa dhahar menapa, Ibu?” (Anda mau makan apa, Ibu?)
Kalimat-kalimat ini menunjukkan bagaimana Bahasa Krama Mata digunakan untuk menyapa, meminta izin, atau menawarkan sesuatu kepada orang yang dihormati. Perhatikan penggunaan kata-kata yang halus dan sopan dalam setiap kalimat.
Tips Mempelajari Bahasa Krama Mata
Mempelajari Bahasa Krama Mata membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Salah satu cara terbaik adalah dengan mendengarkan percakapan dalam Bahasa Krama Mata, baik melalui rekaman audio, video, atau bahkan dengan berinteraksi langsung dengan penutur asli. Perhatikan kosakata yang digunakan, intonasi, dan gestur tubuh yang menyertainya.
Selain itu, membaca buku-buku atau artikel yang ditulis dalam Bahasa Krama Mata juga dapat membantu memperkaya kosakata dan pemahaman tata bahasa. Jangan ragu untuk bertanya kepada orang yang lebih ahli jika ada hal yang kurang dipahami. Yang terpenting adalah terus berlatih dan mempraktekkan Bahasa Krama Mata dalam percakapan sehari-hari agar semakin terbiasa dan lancar.
Kesimpulan
Bahasa Krama Mata adalah bagian integral dari budaya Jawa yang mencerminkan nilai-nilai luhur seperti kesantunan, penghormatan, dan adab. Memahami dan menggunakan Bahasa Krama Mata tidak hanya penting untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau yang dihormati, tetapi juga untuk melestarikan warisan budaya yang kaya dan berharga.
Meskipun mempelajari Bahasa Krama Mata membutuhkan waktu dan usaha, manfaat yang diperoleh sangatlah besar. Dengan menguasai Bahasa Krama Mata, kita dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan sesama, menghormati tradisi dan budaya Jawa, serta menunjukkan identitas kita sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya.
